Rabu, 07 Maret 2012

TAFSIR PESANTREN TEMBE JAGAD LINGGA , BAGIAN I

1.      Trikuntanilaya dalam tinjauan berbagai aspek
a.    Pandangan para ahli sejarah terhadap Budaya Megalitik Pasmah dan Sriwijaya
Berdasarkan beberapa temuan megalitik luar biasa di kawasan dataran Tinggi Pasmah didapat kesimpulan bahwa dikawasan ini telah hidup manusia yang berbudaya tinggi bahkan semasa dengan Dinasti China Kuno khususnya fakta yang berhubungan dengan arsetik makam Jenderal  Huo K,iu Ping 117 SM (Kerajaan-kerajaan  Awal:51)
H Boedhani dalam Buku Sejarah Sriwijaya menegaskan bahwa Dinasti Syailendra Pendiri Kerajaan Sriwijaya berasal dari sebuah negeri di pantai barat yang bernama Trikuntanilaya yang menurut Sumber Yaman (Profesor A Syalabi) Negara Sumatra (Sumatra State) tersebut telah berdiri pada tahun-tahun sebelum masehi.
Bukan kebetulan Hal senada juga diabadikan dalam Syair-syair  yang sangat akrab di India selatan bahwa wangsa Syalendra penguasa Sriwijaya berasal dari sebuah negeri makmur di pantai barat selanjutnya diperhitungkan bahwa negeri itu memiliki bandar antara Manna, Bintuhan dan Linau di Kabupaten Kaur sekarang ini. Namun dikarenakan alasan tertentu Pusat pemerintahan ini dipindahkan ke Bukit Seguntang.
Namun, keruntuhan Sriwijaya benar-benar tidak berbekas bahkan sebutannya pun hampir tidak ada lagi dalam Sejarah, hingga tahin 1918 seorang sarjana Perancis George Coedes melalui karangannya Le Royaume de Crivijaya. Munoz menggambarkan telah terjadi kemunduran sejak ibu kota Sriwijaya di Pindahkan ke Jambi pada Abad XI, kemunduran ini semakin memuncak karena serbuan majapahit hingga tahun 1347 Ibu Kota jambipun jatuh, untuk mengendalikannya ditunjuklah Adtyawarman oleh Ibu Suri dan Mahapatih Gajah Mada; namun diluar dugaan Adityawarman menanggalkan Kesetiaannya terhadap Majapahit dan memindahkan malayupura ke lembah Tanah Datar (Dataran Tinggi Pagarruyung) sampai meninggal tahun 1378 M dengan tanpa pengganti.
Sementara dipesisir ada tiga raja yang berkuasa Maharaja Jambi, Palembang( Oleh majapahiot disebuit Kiu’kang) dan Lampung; ketiganya berkuasa diperhitungkan dibawah pengaruh Nominatif Angkatan Laut Majapahit. Seiring dengan keinginan Kaisar Ming untuk mengembalikan Supremasi Perdagangan Upeti terhadap Kekaisaran Sriwijaya hingga membuat Maharaja Wuni dari jambi menanggapi tujuan Kaisar tersebut dan meminta Kaisar untuk memberikan pengakuan agar kekuasaannya sebagai Pelanjut Kerajaan Sriwijaya; ketika delegasi datang ke jambi ditengah jalan kapal tersebut berhasil dihancurkan oleh AL Majapahit disusul penjarahan Jambi dan Palembang oleh Tentara Majapahit. 1377 M
Ketika Hayam Wuruk mangkat 1389 M Pewaris tahta Sriwijaya melakukan Pemberontakan; sekali lagi tentara Majapahit menyerbu Palembang Pasukan Pemberontak dapat dikalahkan; sebagian melarikan diri termasuk salah seorang Pewaris tahta bernama Parameswara, berhasil meloloskan dirike Singapura dan tahun 1402 berhasil mendirikan Kesultanan Malaka. Sepeninggalkan Putra Mahkota ini Palembang jadi kota Mati dan dikendalikan oleh Bajak Laut China.  
Dengan patut dimaklumi sebab sejak keruntuhannya Semua penduduk Inti Kerajaan Sriwijaya telah musnah berhamburan dinegeri asing yang digantikan oleh penduduk baru yang didatangkan dari Majapahit disamping kebiasaan sebutan mereka hanya dengan sebutan Bukit Seguntang; demikian sebutan Sejarah asal muasal Diwe Gumay, Diwe Semidang ataupun Raden Atung Bungsu. Kalaupun ada sebutan Sriwijaya itu terbatas dalam nama Dusun-dusun Paku Jagad Sriwijaya yang didirikan R Atung Bungsu di Pagar Alam atau nama Seorang Ratu yang bernama :” Ratu Seri Wijaya”  didekat dusun Benuwe Keling.
b.      Pandangan Seminar Nasional Pasmah  sebagai Pendahulu Sriwijaya
Menjawab alasan sebagaimana tersebut diatas Seminar Sejarah di memberikan Informasi bahwa salah satu sebab perpindahan yang menuju kebesaran Sriwijaya tersebut adalah Pindahnya Keyakinan Wangsa Syailendra ini dari Agama Siwa (Ajaran Lingga) menjadi Agama Budha sebagaimana kita fahami saat itu dianggap sebagai agama resmi Kerajaan Sriwjaya.
Dalam hal ini muslihun menegaskan bahwa  Dapunta Hyang menutup Negeri Asal ini dan berjalan  sebagaimana diabadikan dalam prasasti Kedukan Bukit   .
c.       Trikuntanilaya dan Kondisi Geografis Kabupaten Kaur.
Walaupun tidak semua menyepakati nama negeri Trikuntanilaya tersebut, namun secara geografis patut dimaklumi dia terletak di kawasan Antara Manna, Padang Guci, Bintuhan dan Linau; atau Mayoritas dalam Lingkup Geografis Kabupaten Kaur saat ini. 
Namun berkaitan dengan adanya temuan Fosil Kerang Laut di Dataran Tinggi Hulu Kinal, Padang Guci dan Muara Sahung yang berusia semasa dengan Budaya Megalitik Pasmah maka diperhitungkan bahwa Budaya Megalitik Pasmah diperhitungkan bersamaan dengan masa dimana Permukaan Laut masih menjangkau Dataran Tinggi Pasmah  atau bahkan patut dimaklumi jika munculnya dugaan bahwa Budaya Megalitik tersebut tidak jauh dengan Pantai dan Bandar yang ada.
Menurut Zubir (6-9) penduduk kaur saat ini adalah terdiri dari berbagai suku yang berasal dari dataran tinggi yang membentang sepanjang Pulau Sumatra, yaitu Orang Rejang, Orang Pasemah, Orang Lampung dan Orang Minangkabau. Mereka berasimilasi dan berakulturasi sehingga menjadi orang Kaur.
1.       Muara Nasal adalah asimilasi dari Buai Haji Arung (dataran Tinggi Palembang) dan Minangkabau
2.       Muara Kinal asimilasi orang Semidang di sekitar Bengkulu  dengan Orang Gumay
3.       Orang Tetap, diketahui pada Abad ke-19  Kedatangan orang pasmah dan bermukim di Hulu Tetap (Marga Hulu Tetap) dengan orang Kaur di Muara Tetap
4.       Ulu Nasal merupakan gabungan Orang-orang Semendo Darat ; Marga Sindang danau, Sungai Aro dan Muara Sahung bergabung dengan Orang Mekakao
5.       Daerah  Manna terdapat Orang Serawai (Semidang)  juga berasal dari Pasmah Lebar
  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar